NPM : 24209199
KELAS : 4EB13
MATKUL : ETIKA PROFESI AKUNTANSI #
LINGKUNGAN
BISNIS YANG MEMPENGARUHI PERILAKU ETIKA
Etika
dalam kehidupan sehari-hari itu sangatlah berperan penting di dalam menjalankan
profesi kita secara professional di dunia perbisnisan. Adapun tujuan dari
sebuah bisnis yang kita jalankan pastinya tujuan utama yang akan kita capai
ialah bagaimana cara kita menumbuhkan dan mengembangkan usaha bisnis tersebut
sehingga nantinya usaha bisnis tersebut dapat menghasilkan uang bagi usaha
bisnis yang kita jalankan. Pelanggaran
etika bisa terjadi di mana saja, termasuk dalam dunia bisnis. Untuk meraih
keuntungan, masih banyak perusahaan yang melakukan berbagai pelanggaran moral.
Pelanggaran etik bisnis di
perusahaan memang banyak, tetapi upaya untuk menegakan etik perlu digalakkan.
Misalkan, perusahaan tidak perlu berbuat curang untuk meraih kemenangan.
Hubungan yang tidak transparan dapat menimbulkan hubungan istimewa atau kolusi
dan memberikan peluang untuk korupsi.
Untuk
melakukan itu, penting bahwa semua karyawan di papan dan bahwa kinerja mereka
dan perilaku berkontribusi pada kesuksesan perusahaan. Perilaku karyawan itu
sendiri dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal (faktor dari luar bisnis). Dimana
etika tersebut dapat disebabkan oleh lingkungan bisnis, diantaranya adalah :
·
Budaya organisasi
Keseluruhan
budaya perusahaan dampak bagaimana karyawan melakukan diri dengan rekan kerja,
pelanggan dan pemasok. Lebih dari
sekedar lingkungan kerja, budaya organisasi mencakup sikap manajemen terhadap
karyawan, rencana pertumbuhan perusahaan dan otonomi / pemberdayaan yang
diberikan kepada karyawan. Dari dampak yang
ditimbulkan positif yang ditimbulkan dari lingkungan budaya organisasi itu
sendiri ialah dimana karyawan menjadi lebih produktif dan professional di dalam
menjalankan tugasnya. Sedangkan dampak negative yang ditimbulkan dari
lingkungan budaya organisasi ini ialah karyawan merasakan ketidak puasan
didalam kinerjanya, absen, bahkan pencurian atau vandalisme.
·
Ekonomi Lokal
Melihat
seorang karyawan dari pekerjaannya dipengaruhi oleh keadaan perekonomian
setempat.
·
Reputasi Perusahaan dalam Komunitas
Persepsi
karyawan tentang bagaimana perusahaan mereka dilihat oleh masyarakat lokal
dapat mempengaruhi perilaku. Jika seorang
karyawan menyadari bahwa perusahaannya dianggap curang atau murah, tindakannya
mungkin juga seperti itu. Namun, jika
perusahaan dipandang sebagai pilar masyarakat dengan banyak goodwill, karyawan
lebih cenderung untuk menunjukkan perilaku serupa karena pelanggan dan pemasok
berharap bahwa dari mereka.
·
Persaingan di Industri
Tingkat daya
saing dalam suatu industri dapat berdampak etika dari kedua manajemen dan
karyawan, terutama dalam situasi di mana kompensasi didasarkan pada pendapatan. Dalam lingkungan yang sangat kompetitif, perilaku etis
terhadap pelanggan dan pemasok dapat menyelinap ke bawah sebagai karyawan
berebut untuk membawa lebih banyak pekerjaan. Dalam industri yang stabil di mana menarik pelanggan baru
tidak masalah, karyawan tidak termotivasi untuk meletakkan etika internal
mereka menyisihkan untuk mengejar uang.
Adapun sasaran
ruang lingkup etika bisnis, yaitu :
Setelah melihat penting dan relevansi etika bisnis ada
baiknya jika kita tinjau lebih lanjut apa saja sasaran dan lingkup etika bisnis
itu. Ada tiga sasaran dan ruang lingkup pokok etika bisnis di sini, yaitu:
1. Etika bisnis sebagai etika
profesi membahas berbagai prinsip, kondisi, dan masalah yang terkait dengan
praktek bisnis yang baik dan etis. Dengan kata lain, etika bisnis pertama-tama
bertujuan untuk menghimbau para pelaku bisnis untuk menjalankan bisnis secara
baik dan etis.
2. Menyadarkan
masyarakat, khususnya konsumen, buruh, atau karyawan dan masyarakatluas pemilik
aset umum semacam lingkungan hidup, akan hak dan kepentingan mereka yang tidak
boleh dilanggar oleh praktek bisnis siapa pun juga. Pada tingkat ini, etika
bisnis berfungsi untuk menggugah masyarakat untuk bertindak menuntut para
pelaku bisnis untuk berbisnis secara baik demi terjaminnya hak dan kepentingan
masyarakat tersebut. Etik bisnis mengajak masyarakat luas, entah sebagai kartawan,
konsumen, atau pemakai aset umum lainnya yan gberkaitan dengan kegiatan bisnis,
untuk sadar dan berjuang menuntut haknya atau paling kurang agar hak dan
kepentingannya tidak dirugikan oleh kegiatan bisnis pihak mana pun.
3. Etika
bisnis juga berbicara mengenai sistem ekonomi yang sangat menentukan etis
tidaknya suatu praktek bisnis. Dalam hal ini, etika bisnis lebih bersifat
makro, yang karena itu barang kali lebih tepat disebut etika ekonomi. Dalam
lingkup makro semacam ini, etika bisnis berbicara mengenai monopoli, oligopoli,
kolusi, dan praktek-praktek semacamnya yang akan sangatmempengaruhi tidak saja
sehat tidaknya suatu ekonomi melainkan juga baik tidaknya praktek bisnis dalam
sebuah negara.
Kesaling
Tergantungan Adalah Bisnis Dan Masyarakat
Kesaling tergantungan dalam hal pekerjaan pada dasarnya
direalisasikanpada kesetraan, egalitarianisme. Dimana manusia saling
bekerjasama, bergotong-royong dengan sesamanya memegang prinsip kesetaraan.
Sebab tidak akan terciptanya sebuah gotong royong jika manusia itu terlalu
percaya kepada keunggulan diri sendiri dibandingkan orang lain, entah itu
keunggulan ras, agama, suku, ekonomi dll.
Menurut Richard
T.de George menyebut bahwa etika bisnis menyangkut empat kegiatan sebagai
berikut:
1. Penerapan prinsip-prinsip umum dalam praktik bisnis.
2. Etika bisnis tidak
hanya menyangkut penerapan prinsip-prinsip etika pada dunia bisnis, tetapi juga
metaetika.
3. Bidang telaah
etika bisnis menyangkut pandangan – pandangan mengenai bisnis.
4. Etika bisnis juga menyentuh bidang yang sangat makro,
seperti operasi perusahaan multinasional, jaringan konglomerat internasional,
dan lain- lain.
Seperti halnya
wajah Indonesia yang carut marut dewasa ini adalah karena terlalu membuncahnya
subordinasi relasi manusia atas manusia lain. Negara telah dikuasai oleh jenis
manusia yang memiliki mentalitas pedagang. Pucuk kekuasaan telah disulap
menjadi lahan bisnis, dimana dalam dunia bisnis maka yang dikenal adalah tuan
dan budak, majikan dan buruh. Dalam hal ini, yang tercipta adalah iklim
ketergantungan, bukan kesalingtergantungan.
Di negara lain,
kelas proletar yang dahulu diperjuangkan, toh setelah meraih kekuasaan, pada
gilirannya ia menjelma menjadi kelas yang istimewa, yang rigid terhadap kritik.
Hukum diselewengkan, dan bui menjadi jawaban praktis bagi para oposan. Proletar
melakukan kesalahan yang sama dengan borjuis yang dilawannya habis-habisan.
Jika borjuis
menggunakan sentimen agama untuk mengelabui rakyat jelata, maka proletar
menganggap agama sebagai candu rakyat. Yang satu mengatasnamakan agama, yang
lainnya mengatasnamakan rakyat miskin. Namun keduanya memiliki tujuan yang
sama: kekuasaan. Kekuasaan negara, dan juga agama telah menjadi petualangan
bisnis, dimana siapa saja yang berkuasa maka kekayaan hendak menumpuk dalam istananya
dengan benteng menjulang, sementara secuil saja kekayaan yang dinikmati mereka
yang bekerja keras.
Di abad yang
lalu, orang-orang Eropa yang
berasal dari Belanda, Inggris, Spanyol dan Portugis mengunjungi Asia termasuk
negeri ini muasalnya bertujuan untuk berdagang dengan penduduk setempat. Mereka
melakukan kerjasama bisnis dengan penduduk lokal dan beberapa elit penguasa.
Pada mulanya mereka menikmati peran sebagai partnerbisnis, lambat
laun peran ini dianggap tidak lagi menarik. Mereka pun berubah menjadi majikan,
dan kelak menjajah dan memperbudak bangsa ini hingga ratusan tahun untuk
mempertahankan posisi itu dan menciptakan ketergantungan penduduk lokal kepada
mereka. Rupanya peran yang belakangan lebih menarik dan lebih menantang.
Perbudakan
adalah sesuatu yang tidak alami, menyalahi takdir sebagai manusia. Setiap
manusia berhak atas kebebasan. Namun pola perbudakan semacam itu kiranya tidak
lekang oleh zaman,. meski bentuknya diubah sedikit supaya lebih beradab.
Perbudakan dewasa ini lebih modern, kendati tetap ditempuh dengan cara-cara
yang zalim.
Apalagi di
Indonesia yang masyarakatnya kebanyakan beragama bukan karena kesadaran
melainkan telah ditentukan orangtua sejak lahir, maka agama lagi-lagi merupakan
alat yang nyaris selalu laris untuk memuluskan tujuan-tujuan tersebut. Lembaga
keagamaan dan negara berkonspirasi untuk memperbudak jiwa manusia.
Di negeri ini,
berapa banyak fatwa mufti negara, undang-undang dan peraturan daerah bernuansa
agama yang tidak masuk akal yang menghendaki rakyat senantiasa bergantung
kepada mereka? Keadaan demikian menciptakan kericuhan di dalam masyarakat
akibat hiperregulasi, karena tingkat kepatuhan masyarakat menurun. Keamanan
menjadi barang yang mahal. Kepergian para investor karena merasa
tidak aman memperparah perekonomian Indonesia.
Dalam keadaan collapse akhirnya kita
memiliki ketergantungan yang tinggi kepada negara luar. Kucuran dana negara
asing kepada kita bukanlah sesuatu yang gratis. No free lunch. Dana
punia dan pinjaman mereka seraya mendesakkan kepentingan dan agenda mereka,
tidak bisa dipungkiri. Barangkali Paman Sam dengan kapitalismenya, maka Arab
Saudi yang setia dengan garis iman Wahhabi tentunya akan mendesakkan agenda
mereka kepada Indonesia.
Pemikiran-pemikiran sekuler Barat yang
telah merasuki dunia Islam misalnya, dengan ideologi kapitalisme yang mengurung
sendi-sendi perekonomian umat Islam telah menjadikan dunia Islam menjadi
terpuruk dengan ketergantungan yang tinggi terhadap Barat. Sebagai jalan
keluar, sebagian orang sering
mengalami eskapisme untuk memasuki dunia “pasti” yang menentramkan hati. Jalan
yang diambil adalah dengan penyerahan diri kepada sebuah “otoritas
transedental” (baca: otoritas mufti negara) yang menjanjikan kesenangan
eskatologis.
Sebagian yang
lain meresponnya dengan melakukan tindakan-tindakan anarkis dan vigilantisme.
Seperti pernah dituturkan Amrozi dalam Koran Tempo tahun 2003, peledakan bom
Bali adalah untuk menjaga kehidupan beragama
Pola relasi
negara kita dengan negara luar layak dibenahi. Bangsa kita harus memiliki
keberanian yang cukup untuk bisa pula mendesakkan cita-cita negara kita sesuai
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 kepada mereka. Bangsa kita harus
memiliki nyali yang cukup untuk menolak agenda mereka yang bisa merusak kemerdekaan
yang telah susah payah diraih. Hubungan luar negeri kita harus berubah dari
ketergantungan, menjadi kesalingtergantungan, sebagai bangsa-bangsa yang
sejajar dan sederajat. Kemerdekaan dan kebebasan saja belum cukup, namun saat
ini penting kemerdekaan untuk hidup merdeka, kebebasan
untuk hidup bebas.
Setiap orang warga negara
ini, bahkan warga seluruh dunia memiliki kebutuhan individu. Kebutuhan akan
makan, tempat tinggal yang nyaman, pekerjaan dsb sejatinya bukanlah kebutuhan
individu atau segelintir orang saja, melainkan
seluruh orang yang hidup di
dunia ini membutuhkannya. Setiap orang tidak akan
mampu mencukup kebutuhannya sendiri tanpa semangat gotong-royong,
kesalingtergantungan, kerjasama, kolaborasi dengan orang lain.
Kepedulian Pelaku Bisnis Terhadap Etika
Di zaman eraglobalisasi ini
banyak sekali munculnya berbagai masalah Korupsi, kolusi, dan nepotisme yang
semakin meluas di masyarakat yang sebelumnya hanya di tingkat pusat dan
sekarang meluas sampai ke daerah-daerah, dan meminjam istilah guru bangsa yakni
Gus Dur, korupsi yang sebelumnya di bawah meja, sekarang sampai ke meja-mejanya
dikorupsi adalah bentuk moral hazard di kalangan ekit politik dan elit
birokrasi. Hal ini mengindikasikan bahwa di sebagian masyarakat kita telah
terjadi krisis moral dengan menghalalkan segala mecam cara untuk mencapai
tujuan, baik tujuan individu memperkaya diri sendiri maupun tujuan kelompok
untuk eksistensi keberlanjutan kelompok. Terapi ini semua adalah pemahaman,
implementasi dan investasi etika dan nilai-nilai moral bagi para pelaku bisnis
dan para elit politik.
Dalam kaitan dengan etika
bisnis, terutama bisnis berbasis syariah, pemahaman para pelaku usaha terhadap
ekonomi syariah selama ini masih cenderung pada sisi "emosional" saja
dan terkadang mengkesampingkan konteks bisnis itu sendiri. Padahal segmen pasar
dari ekonomi syariah cukup luas, baik itu untuk usaha perbankan maupun asuransi
syariah. Dicontohkan, segmen pasar konvensional, meski tidak
"mengenal" sistem syariah, namun potensinya cukup tinggi. Mengenai
implementasi etika bisnis tersebut, Rukmana mengakui beberapa pelaku usaha
memang sudah ada yang mampu menerapkan etika bisnis tersebut.
Namun, karena pemahaman dari
masing-masing pelaku usaha mengenai etika bisnis berbeda-beda selama ini, maka
implementasinyapun berbeda pula, Keberadaan etika dan moral pada diri seseorang
atau sekelompok orang sangat tergantung pada kualitas sistem kemasyarakatan
yang melingkupinya. Walaupun seseorang atau sekelompok orang dapat mencoba
mengendalikan kualitas etika dan moral mereka, tetapi sebagai sebuah variabel
yang sangat rentan terhadap pengaruh kualitas sistem kemasyarakatan, kualitas
etika dan moral seseorang atau sekelompok orang sewaktu-waktu dapat berubah.
Baswir (2004) berpendapat
bahwa pembicaraan mengenai etika dan moral bisnis sesungguhnya tidak terlalu
relevan bagi Indonesia. Jangankan masalah etika dan moral, masalah tertib hukum
pun masih belum banyak mendapat perhatian. Sebaliknya, justru sangat lumrah di
negeri ini untuk menyimpulkan bahwa berbisnis sama artinya dengan menyiasati
hukum. Akibatnya, para pebisnis di Indonesia tidak dapat lagi membedakan antara
batas wilayah etika dan moral dengan wilayah hukum. Wilayah etika dan moral
adalah sebuah wilayah pertanggungjawaban pribadi. Sedangkan wilayah hukum
adalah wilayah benar dan salah yang harus dipertanggungjawabkan di depan pengadilan.
Akan tetapi memang itulah kesalahan kedua dalam memahami masalah etika dan
moral di Indonesia. Pencampuradukan antara wilayah etika dan moral dengan
wilayah hukum seringkali menyebabkan kebanyakan orang Indonesia 5tidak bisa
membedakan antara perbuatan yang semata-mata tidak sejalan dengan kaidah-kaidah
etik dan moral, dengan perbuatan yang masuk kategori perbuatan melanggar hukum.
Sebagai misal, sama sekali tidak dapat dibenarkan bila masalah korupsi masih
didekati dari sudut etika dan moral. Karena masalah korupsi sudah jelas dasar
hukumnya, maka masalah itu haruslah didekati secara hukum. Demikian halnya
dengan masalah penggelapan pajak, pencemaran lingkungan, dan pelanggaran hak
asasi manusia.
Perkembangan Dalam Etika Bisnis
Berikut perkembangan etika bisnis, yaitu :
1. Situasi
Dahulu
Pada awal sejarah filsafat,
Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana
sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas
bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
2. Masa
Peralihan: tahun 1960-an ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di
Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan
terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan
khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum
dengan nama Business and Society. Topik yang paling sering dibahas adalah
corporate social responsibility.
3. Etika
Bisnis Lahir di AS: tahun 1970-an sejumlah filsuf mulai terlibat dalam
memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap
sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia
bisnis di AS.
4. Etika Bisnis Meluas ke Eropa: tahun 1980-an di
Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun
kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta
sekolah bisnis yang disebut European Business Ethics Network (EBEN).
1. Etika
Bisnis menjadi Fenomena Global: tahun 1990-an
tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.
tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.
Pengertian Etika Bisnis
Etika bisnis merupakan
studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini
berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi,
dan perilaku bisnis.
Ada
3 jenis masalah yang dihadapi dalam Etika yaitu
1.
Sistematik
2.
Korporasi
3.
Individu
Etika
Bisnis Dalam Akuntansi
Amerika
Serikat yang selama ini dianggap sebagai Negara super power dan juga kiblat
ilmu pengetahuan termasuk displin ilmu akuntansi harus menelan kepahitan.
Skandal bisnis yang terjadi seakan menghilangkan kepercayaan oleh para pelaku
bisnis dunia tentang praktik Good Corporate Governance di Amerika Serikat.
Banyak
perusahaan yang melakukan kecurangan diantaranya adalah TYCO yang diketahui
melakukan manipulasi data keuangan (tidak mencantumkan penurunan aset),
disamping melakukan penyelundupan pajak. Global Crossing termasuk salah satu
perusahaan terbesar telekomunikasi di Amerika Serikat dinyatakan bangkrut
setelah melakukan sejumlah investasi penuh resiko. Enron yang hancur berkeping
terdapat beberapa skandal bisnis yang menimpa perusahaan-perusahaan besar di
Amerika Serikat. Worldcom juga merupakan salah satu perusahaan telekomunikasi
terbesar di Amerika Serikat melakukan manipulasi keuangan dengan menutupi
pengeluaran US$3.8 milyar untuk mengesankan pihaknya menuai keuntungan, padahal
kenyataannya rugi. Xerox Corp. diketahui memanipulasi laporan keuangan dengan
menerapkan standar akunting secara keliru sehingga pembukuan perusahaan
mencatat laba US $ 1.4 milyar selama 5 tahun. Dan masih banyak lagi.
jadi didalam etika bisnis dalam akuntansi yang dibutuhkan yaitu bagaimana cara kita bekerja sacara professional dan jujur di dalam mengerjakan suatu laporan keuangan tanpa harus melakukan kecurangan-kecurangan baik sengaja ataupun yang tidak disengaja untuk dilakukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar